Aku adalah seseorang yang bebas melakukan apapun yang aku sukai. Kuliah di luar negeri, berfoya-foya di saat malam minggu dan menikmati masa mudaku sebagai laki-laki tanpa harus peduli bagaimana aku memikirkan masa depanku. Semua kulalui dengan baik-baik saja sampai akhirnya, hidupku serasa berhenti ketika semua kebutuhan dan kesenanganku hilang. Tidak ada lagi uang di ATM pribadiku, tagihan kartu kredit membengkak dan uang kuliah belum terbayar. Tidak seperti biasanya, ayah akan mengirimkan uang kepadaku, tapi tiba-tiba tanpa alasan semua ia hentikan.
Karena mustahil bagiku hidup diluar negeri dengan dompet kosong, aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan mencari tau mengapa semua kebutuhanku lenyap begitu saja. Aku ingin marah pada ayah, ia mencampakan aku begitu saja tanpa sebab. Saat aku pulang ke rumah, bukan ayah yang kutemui tetapi malah dua orang yang asing bagiku. Seorang wanita paruh baya dan anaknya. Mereka seperti mengenalku, tapi aku tidak mengenal mereka. Wanita itu menjelaskan bahwa ia adalah istri ayahku dan anaknya adalah adikku.
Ibu memang sudah meninggal sejak aku kecil. Tapi selama ini, yang aku tau. Ayah tidak pernah menikah lagi. Tapi ternyata ia mampu menyembuyikan dariku selama 18 tahun dengan wanita itu sampai melahirkan adik tiriku bernama Hendra 3 tahun lebih muda dariku. Saat aku pindah kuliah ke luar negeri, ayah membawa mereka untuk tinggal dirumah. Lalu pertanyaanku? Dimana ayah? Mengapa hanya ada mereka dalam rumahku.
“ Chandra, ayahmu sudah sejak tiga tahun lalu gak pulang-pulang.. tante juga gak tau kemana ayah kamu.. ia memang mengirimkan uang ke kami tapi sama seperti kamu sejak beberapa bulan terakhir dia gak kasih apa-apa ? untuk menyambung hidup kami hanya mengadarkan tabungan ” jelasnya padaku.
Mendengar cerita ibu tiriku, sepertinya aku tau. Ada masalah besar dalam keluargaku. Ayah melarikan diri dari keluarga untuk alasan yang tidak aku mengerti, bisa saja ia bangkrut atau mungkina da wanita lain. Aku kecewa dengan sikap ayah yang tidak bertanggung jawab. Hidupku seperti berubah 180 derajat ditambah dengan dua orang asing yang tinggal serumah denganku. Aku mencoba beradaptasi dengan makanan sederhana, adik tiri yang tampak gemulai dan lemah. Tapi kadang ia berguna juga saat aku menyuruhnya melakukan perkerjaan seperti membersihkan kamar dan membeli apa saja yang aku mau.
Waktu berjalan, suatu hari aku bertengkar hebat dengan Hendra hanya karena masalah sepele. Aku menyuruhnya untuk membeli rokok di warung, tapi ia tidak kembali setelah aku menunggu dua jam lamanya. Aku menjadi marah saat melihatnya pulang tanpa membawa rokok yang kuinginkan.
“ gua suruh loe beli rokok, bukan suruh loe jalan-jalan.. kenapa baru sekarang loe balik.. uda 2 jam..!! terus rokok yang gua suruh beli pun gak ada?”
“ tadi.. gue uda beli tapi..”
“ tapi kenapa?”
“ gua di todong sama anak jalanan..”
Mendengar Hendra ditodong oleh anak-anak jalanan sekitar komplek, aku menjadi marah. Lalu aku memaksanya untuk mengantarkan aku mencari anak-anak itu. Aku berhasil menemukan anak-anak jalanan ini dan berkelahi dengan mereka. Saat aku merasa menang dalam perkelahian itu, tiba-tiba satu diantara anak-anak itu mulai mengambil kayu padat dan mencoba menghajarku di belakang badan, Hendra berlari melindungiku, badannya terhantam kayu padat dan tiba-tiba ia tergeretak jatuh pingsan dengan mulut mengeluarkan darah segar. Mereka semua lari melihat kejadian itu dan aku langsung membawa Hendra ke rumah sakit.
Beberapa saat kemudian ibu tiriku tiba di rumah sakit. Aku bercerita semua kejadian itu dan ia marah padaku. Aku hanya terdiam dan merasa bersalah. Hendra jadi seperti ini karenaku. Ibu bukan marah karena masalah ribut bersama anak-anak jalanan tapi ada hal lain. Aku jadi tau, mengapa Hendra begitu lemah dan terlihat tak seperti diriku yang kuat.
“ adikmu itu sejak kecil mengalami gagal jantung.. ia tidak boleh terlalu lelah dan ayahmu sudah mencoba banyak hal untuk menyembuhkan tapi gagal.. selamanya ia akan seperti itu..ditambah dengan kejadian hari ini.. tante jadi takut..”
Aku terdiam, merasa bersalah. Andai saja aku tau lebih banyak tentang penyakitnya, mungkin aku tidak akan membuat kejadian seperti tadi terjadi. Nasi telah menjadi bubur, Hendra dirawat beberapa hari sampai Dokter menyatakan ia boleh dipulangkan. Aku beruntung, ia bisa melewati masa kritis dan bangkit walau hal pahit harus dikatakan oleh dokter.
“ Umur Hendra tidak dapat diprediksi, hanya Tuhan yang tau bagaiaman ia akan terus hidup, tapi saya boleh katakan jantungnya hanya berfungsi 30 persen dengan baik..”
Ibu tiriku sepertiku sudah kuat menerima keputusan vonis itu. Ia hanya mencoba bersabar. Saat Hendra bangun, aku mendekatinya. Ia menatapku.
“ loe kenapa gak bilang kalau loe sakit..?”
“ gapapa.. lagian sakit ini Cuma di dalam.. gak perlu dicerita-cerita.. “
“ kenapa loe ngelindungi gua,, padahal gua kan suka jahat sama loe..”
“ hm.. kita kan saudara.. sampai mati pun kita tetap saudara.. hal yang gak akan bisa diubah oleh apapun..”
Aku tersentuh oleh kata-kata terakhirnya, ia sepertinya tidak marah padaku walau sikap dan caraku padanya selalu tidak baik. Setelah dirasa cukup sehat. Hendra pun diizinkan pulang. Mulai saat itu aku bertekad menjadi kakak yang baik, walau aku tau. Ia hanya adik tiriku. Tapi ia adalah orang yang ditakdirkan memiliki darah yang sama denganku. Ayah yang sama dengaku dan perjuangan hidup yang sama denganku. Aku memutuskan untuk bekerja freelance sebagai desain grafik sesuai keahalian kuliahku. Aku hanya ingin Menabung untuk mencoba mandiri. Tidak enak hati bagiku untuk meminta dengan ibu tiriku, sebab tentunya ia harus membiayai pengobatan Hendra yang mahal dari tabungannya.
Keadaan Hendra tak kunjung membaik, ia mulai sering merasa pusing dan lemas begitu saja. Ibu dan aku hendak merayakan hari ulang tahunnya ke 18. Dengan makan keluarga kecil, aku berharap ia bahagia saat itu. Aku memberikan kado kecil buku motivasi. Kami merayakan dengan bahagia dan permintaan ulang tahunnya kepada Tuhan pun sangat sederhana.
“ Rahasia..” katanya padaku dan ibu yang diam seribu bahasa.
Usai perayaan kecil, Malam itu Hendra membaca di teras rumah, aku mendekatinya. Ia melihatku dan berkata.
“ hidup gue gak lama lagi..?” dengan nada putus asa.
“ kenapa bilang begitu?”
“ gua lebih tau gimana hidup gua, karena penyakit itu ada di tubuh gua.?”
“ terus.. loe merasa putus asa gitu aja?” kataku.
Ia terdiam, melempar buku motivasi yang kuberikan padanya.
“ gua gak butuh buku ini, gua cuma pengen satu hal dalam hidup gua sebelum mati..?”
Aku marah dan kesal melihat sikap Hendra yang membicarakan kematian..
“ Ok!! Loe mau apa? “
“ gua mau ketemu bapak..?” katanya singkat..
Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa. Permintaan sederhana yang sesungguhnya aku sendiri tidak akan bisa menjawabnya sebab sampai detik ini aku tidak pernah dimana ayah kami berada.
“ buat apa ketemu dia?” tanyaku
“ gua pengen dia tau. 3 tahun gua gak pernah liat dia, sejak kecil pun dia selalu sibuk sampai jarang ngeliat gua. Gua Cuma takut, kalau gua mati tanpa ngeliat dia, gua gak akan mati dengan bahagia.. gua gak ikhlas..”
“ Cuma itu yang bisa bikin loe bahagia, ketemu bapak? Bener Cuma itu aja..”
“ Asal loe tau.. permintaan gua rahasia tadi Cuma itu. Bahagia sebelum mati ketemu bapak..”
Hendra menangis, sepertinya aku tau. Itulah harapan terakhir dalam hidupnya dalam keputus asaan. Malam setelah pembicaraan itu, aku memutuskan untuk mencari ayah melalui saudara-saudara ayah. Entah mengapa aku begitu ingin memenuhi keinginan Hendra. Merasa bahwa naluriku mengatakan hidupnya tak lama lagi, aku tidak ingin merasa bersalah dalam hidupku menyebabkan orang yang telah melindungiku sekaligus adikku tidak bahagia sebelum ia pergi dalam hidupku.
Aku berhasil mencari tau keberadaan ayah walau tanpa kepastian, ia ada di kota Surabaya tepatnya di rumah bibiku yang pernah aku singgah saat lebaran waktu kecil. Aku pun bercerita kepada Hendra. Ia terlihat senang dengan ideku untuk membawanya bertemu dengan ayah. Tapi kami juga sadar, ibu tidak akan pernah mengizinkan kami pergi, apalagi dengan keadaan Hendra yang seperti saat ini. Masalah lain, Hendra trauma naik pesawat terbang karena pernah nyaris mengalami kecelakaan sehingga ia tidak akan pernah bisa naik pesawat terbang, bila ia dipaksa naik pesawat terbang dan ketakutan malah akan membuat nyawanya terancam.
“ kita bakal pergi dari rumah ini, berdua aja. Diem-diem tanpa ibu tau.. gua bakal sewa mobil. Kita backpacker dari Jakarta ke Surabaya.. setuju?”
Hendra menyukai ide gilaku. Aku mulai merecanakan semua yang akan kami lakukan, menyewa mobil dari rentainer dan menyiapkan semua uang tabungan yang kumiliki. Kami pergi di malam hari saat ibu tertidur. Sampai saatnya tiba rencana itu kami lakukan, Hendra meninggalkan surat terakhir kepada ibu.
“ ibu aku pergi mencari ayah bersama kakak, terima kasih sudah menjaga dan merawatku sejak kecil., aku harus mencari ayah, karena inilah tugas terakhir dalam hidupku.. andai Tuhan memberikan kesempatan panjang aku untuk bertahan hidup.. aku akan kembali meminta maaf kepada ibu. Selamat tinggal ibu.”
Ibu menemukan surat itu di pagi hari disaat ia hendak memberikan Hendra obat, ibu hanya bisa menangis dan kami sudah melakukan perjalanan mencari ayah, melewati jalanan besar sepanjang pulau jawa.
Mencari kebahagiaan dengan menemukan ayah sebagai hal terakhir dalam hidup adikku, Hendra.
***
Kami menempuh perjalanan jauh dengan mobil, Hendra begitu menikmati perjalanan. Ia membuka jendela mobil dan merasakan angin yang berterbangan di udara. Ia tersenyum dan aku bertanya padanya.
“ emangnya sejak kecil loe sama nyokap bokap gak pernah jalan jalan ya?”
“ sejak kecil, sejak tau gue punya kelainan jantung, hidup gua cuma di rumah dan bolak balik rumah sakit.. gak bisa jalan jauh.. lagian mau kemana? Naik pesawat aja gak boleh..”
“ selama ini.. loe tau gak sih kalau loe tuh punya saudara tiri..”
“enggak.. gak sempat kepikiran..”
“ sama.. gua juga gak nyangka bapak diem-diem ama nyokap loe.. tapi ya akhirnya gua jadi tau.. gua gak sendirian di dunia ini.. punya adik juga. Walau..”
“ walau kenapa?”
“ walau nyebelin pas ngeliat loe.. tapi gua baru sadar.. loe itu adik gua.. “
Hendra tersenyum karena hari sudah larut malam. Kami menginap di sebuah hotel. Disamping hotel kami terdapat tempat diskotik. Lampu diskotik menyala terang sampai kamar hotel kami dilantai 2. Hendra memperhatikan jendela kamar hotel. Lalu bertanya padaku, mengapa tempat itu begitu ramai.
“ itu kan diskotik? Emang loe gak pernah kesana..”
“ belum.. “ katanya.
“ jangan bilang loe mau kesana?”
“ mau.. “ katanya dan aku terkejut.
“ seumur hidup gua, gua gak pernah ke tempat gituan. Gua gak mau mati tanpa pernah ngerasain pergi kesana… anterin gua kesana..”
Mendengar kalimat terakhirnya, aku jadi tak bisa melarangnya. Aku memastikan Hendra sudah minum obat sebelum kesana, Untungnya aku sudah membawa semua obat-obat Hendra sehingga selama perjalanan kondisinya terjaga. Saat masuk ke dalam diskotik, aku sudah terbiasa dengan suasana berisik tapi Hendra tidak begitu. Ia mencoba menikmati, tanpa kami sadari, diskotik itu ternyata menyajikan tarian striptis. Saat aku merasa penari stripis cantik itu menggodaku, aku kesal dan pergi. Aku menarik Hendra yang memperhatikan adegan itu. Hendra bertahan, dengan kesal aku menariknya keluar. Hendra tampak marah padaku, dan mempertanyakan kenapa aku menariknya keluar.
“ loe gak boleh nonton gitu-gituan..!!”
“ gua uda gede.. gak salah kan.. lagian itu akan acara utama diskotik disini..”
“ itu bukan acara.. itu gak bener.. kita balik, tidur. Besok masih mau lanjutin perjalanan..”
“ gak mau.. gua masih mau liat..”
“ loe gila ya..dengerin gua dan balik hotel “ aku menarik tangan Hendra, ia marah tapi tak bisa melawan kehendakku.
Malam itu kami tidur tapi Hendra masih marah dan tidak menjawab beberapa pertanyaanku. Aku terbangun di malam hari. Ia tampak kedinginan dan aku menutupi selimut ke tubuhnya yang kedinginan. Alasanku untuk tidak membiarkan Hendra menonton tarian erotis itu karena aku sadar, ia adalah adikku, walau tidak adil sebab aku pernah menontonnya di luar negeri. Tapi ada perasaan di hatiku untuk tidak membiarkan adikku jatuh ke hal buruk seperti yang aku lakukan dulu.
Saat aku terbangun di pagi hari, Hendra sudah tak ada dikamar. Aku panik dan berpikir ia melarikan diri dariku. Aku berlari menuruni lobby dan menemukan ia sedang berbicara dengan seorang perempuan. Hendra menyapaku dan mengatakan bahwa perempuan bernama Angel ini ingin ikut menumpang dengan mobil kita sampai di luar kota. Tapi dari pakaian dan dandanan yang dipakai Angel, aku ingat dengan wajahnya, ia adalah penari striptis yang menggodaku semalam. Aku menarik tangan hendra dan bicara empat mata dengannya.
“ ngapain loe bawa perempuan kayak gitu ikut perjalanan kita..”
“ dia Cuma mau numpang sampai kita keluar kota sini dan mau pulang katanya. Emang salah?”
“ ya salahlah! Loe liat dia dari ujung kepala sampai kaki, itu cewek gak bener! Gua gak sudi..”
“ kakak jangan asal nuduh gitu, dia baik kok. Sopan.. “
Angel tiba-tiba muncul dihadapan kami, mempertanyakan izin menumpangnya. Hendra menjawab
“ kakakku izinin, nanti setelah kami beres-beres kita berangkat..”
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Hendra terlalu kecil untuk membedakan mana yang namanya perempuan baik-baik dan tidak. Ia pernah bercerita padaku, bahwa ia tidak pernah dekat dengan perempuan selain dengan ibu. Akhirnya, kami bertiga melakukan perjalanan. Sepanjang perjalanan aku hanya diam, tapi Hendra dan Angel tampak begitu akrab. Mereka bicara panjang lebar dan membahas apa saja yang tak pernah habis dibahas tentang dunia yang membosankan bagiku.
Kami berhenti di toilet umum. Aku menunggu di mobil karena Hendra ingin buang air kecil. Saat di mobil, aku bicara pada Angel.
“ Maaf Angel, adik gua mungkin masih terlalu lugu untuk terhadap perempuan.. jadi kalau bisa gua minta jangan bahas yang topik dewasa..”
“ oo ok.. adik loe baik,. Cuma loe agak pendiam..”
“ gua diam karena gua tau siapa loe.. “ kataku jutek.
Angel terdiam sepertinya ia paham aku tidak menyukainya bersama kami. Hendra kembali dan kami melakukan perjalanan sambil makan siang. Entah mengapa Angel tiba-tiba memiliki alasan bahwa ia tidak bisa pulang ke rumah karena orang tuanya sedang ada keperluan mendadak. Ia malah meminta Hendra izin untuk ikut sampai ke kota Surabaya untuk menemui sahabatnya. Aku menarik Hendra untuk bicara dan jauh dari angel. Aku menolak dan Hendra langsung memprotes sikapku,
“ Kak, kenapa sih loe jahat banget sama dia, kalau dia kenapa-kenapa kita tinggalin di kota. Siapa yang mau tanggung jawab..”
“ loe itu lugu atau tolol sih, orang kayak gitu. Banyak cara buat bikin siapapun ikutin mau dia..”
“ maksud kakak apa sih? Emang salah kalau dia ikut kita..”
“ dia itu pelacur, penari striptis di diskotik! Loe gak bisa liat dari pakaian sama muka dia.. mana ada cewek baik-baik pakai baju seksi dan dandan menor gitu!!”
“ kakak keterlaluan…!!”
Hendra pergi meninggalkan aku saat itu juga, ia duduk bersama Angel. Aku merasa kesal dengan apa yang terjadi. Aku takut, Hendra jatuh hati pada keluguan dan pengaruh Angel. sebelum kami naik ke dalam mobil ia berkata padaku.
“ loe ingin gua bahagia kan? Ini kan tujuan perjalanan kita.! Kalau gitu jangan larang Angel..”
“ terserah apa mau loe.. tapi tanggung sendiri akibatnya dan gua harap loe gak suka sama dia!!”
Hendra tidak menjawab. Sepanjang perjalanan kami terdiam dan Angel berpura-pura tertidur di bangku belakang mobil. Akhirnya malam tiba saat kami tiba di kota persinggahan. Hendra tidur bersamaku dan Angel dengan terpaksa kami sewakan kamar lain. Saat kami tertidur tiba-tiba Angel mengetuk pintu kami. Kami membuka pintu dan ia langsung masuk dengan wajah ketakutan. Terjadi keributan, beberapa orang dengan badan kekar muncul di hotel. Angel panik, aku dan Hendra bingung dengan kejadian itu.
“ kita harus pergi.. pergi sekarang juga.. soalnya ada orang yang mau cari gue..”
“ itukan urusan loe.. kenapa kita harus ikut2an masalah loe..”
Angel ketakutan, Hendra mendekatinya mencoba menenangkannya. Pintu kami diketuk dengan kencang. Pria-pria kekar yang mencari Angel memaksa masuk.
“ itu mereka tolong gua, dia mau nangkap gua untuk kerja di diskotik lagi..”
“ kak, kalau loe gak punya hati buat bantuin Angel, biar gua aja yang bantuin dia..”
Pintu terbuka pria-pria itu berhasil masuk dan langsung ingin menangkap Angel. Hendra melindungi dan berkelahi tanpa imbang. Melihat kejadian itu aku mengambil bangku dan melempar ketiga orang itu. Berkelahi dengan apa saja. sampai akhirnya Angel memukul satu diantara yang lain dengan botol kaca hiasan. Yang lain mencoba menolong dan aku mengambil botol lain untuk melempar kedua orang itu sambil mencoba kabur menuju mobil. Kami berhasil menjalankan mobil meninggalkan mereka.
Angel bercerita dalam perjalanan bahwa ia hanyalah korban dari penipuan yang terjerumus dalam dunia malam sebagai penari striptis. Sejak awal Angel sadar bahwa pria-pria itu akan mencarinya sehingga ia memilih tidak tiba di rumahnya dan mencari alasan untuk ikut dengan kami. Sekarang kami menjadi terlibat dalam masalahnya. Hendra akhirnya tau siapa Angel, tadinya aku pikir ia akan berubah pikiran terhadap Angel dengan perkerjaan yang ia lakukan tapi aku harus mengakui bahwa hati adikku terlalu tulus.
“ apapun perkerjaan yang loe lakukan, setidaknya di hati kecil loe gak pernah mau seperti itu, loe hanya korban.. kita gak seharusnya menghakimi loe bersalah dan buruk.. Cuma Tuhan yang pantes menilai..”
Hendra mungkin benar, akhirnya hati kecil pun merasa iba. Menyadari bahwa kesalahan terbesarku adalah merendahkan perkerjaan Angel dan menganggapnya Hina. Tapi Hendra, ia mengajarkanku untuk lebih menghargai orang lain dengan tulus. Satu hal yang terjadi dari masalah ini adalah, Obat-obat Hendra, hendphone dan uangku tertinggal di Hotel. Ia mulai tampak lemah dan lelah. Tertidur di belakang mobil bersama Angel disampingnya. Wajah kami berantakan dengan luka memar dimana-mana. Malam pun kami lalui sepanjang perjalanan hingga menunggu tiba waktunya kami bisa melewati hari menyeramkan hari ini.
***
Kami tiba di kota selanjutnya. Hendra terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun berhenti untuk beristirahat berharap pengejar kami tidak mengikuti. Hendra beristirahat di hotel. Aku dan Angel bicara. Kami tidak memiliki uang sama sekali, Angel menawarkan uangnya untuk membayar. Aku menjelaskan kepadanya sebenarnya keadaan Hendra yang membuat Angel terkejut. Ia tidak menyangka Hendra memiliki penyakit separah itu.
“ gua gak tau kapan dia pergi dari hidup gua.. gua cuma mau dia bahagia disaat-saat terakhir hidup dia..”
“ gak seharusnya gua bikin kalian terlibat dalam masalah gua..”
“ kita uda terlajur terlibat. Gua mau cari apotik buat beli obat dulu kalau bolehm gua mau pinjem duit loe dulu.. jagaian dia untuk sementara waktu ya..”
Angel melepaskan kalung emas dan perhiasan yang ia kenakan.
“ pakai ini dan jual aja supaya bisa beli obat..”
Aku berterima kasih pada kebaikan Angel, ia juga bersedia menjaga Hendra saat aku mencari obat di apotik disekitar kota ini. Angel menatap wajah Hendra mengobati perlahan luka memarnya dengan obat merah. Hendra terbangun. Angel menjelaskan kepada Hendra bahwa aku sedang pergi mencari obat.
“ kakak loe sayang banget sama loe.. loe beruntung ya, punya orang yang peduli, gak kayak gua..”
“ kenapa bilang begitu.. bukannya semua orang terlahir dengan kasih sayang..”
“ gua berbeda.. gua emang punya keluarga, tapi keluarga gua malah ikut-ikutan jual gua demi menyambung hidup.. gua disuruh kerja dan gak nyangka kerja gak bener..”
Angel menangis. Hendra memeluknya. Mereka saling bercerita tentang kisah hidup masing-masing termasuk apa yang Hendra lakukan saat ini dan tujuannya untuk bertemu ayah. Aku kembali membawa obat-obat yang bisa membantu meringankan sakit Hendra, mungkin hanya sementara. Hendra ingin melanjutkan perjalanan dengan kodisi yang lemah. Aku tidak bisa menolak apa yang ia inginkan. Kami pun melanjutkan perjalanan setelah beristirahat sejenak. Keuangan kami mulai menipis, Angel juga sudah tidak punya uang lagi untuk membantu kami.
Setelah aku melihat apa yang terjadi, aku menyadari Angel tidak seburuk yang aku bayangkan. Ia membantuku merawat Hendra yang mulai semakin lemah karena obat yang aku beli tidak membantu sama sekali. Karena malam itu kami lapar. Tanpa sengaja kami berhenti di supermarket yang buka 24 jam. Angel dengan cerdik menawarkan kepada kami apa yang hendak kami makan. Aku bingung, karena kami sudah tidak punya uang lagi untuk membayar makan.
“ perhatiin gua ya dari dalam mobil..” kata Angel.
Ia turun sambil merapikan pakaiannya agar terlihar seksi. Masuk ke dalam supermarket. Dua orang penjaga menyambutnya. Mereka berdua seperti terpanah oleh keseksian Angel. Angel meminta satu orang untuk membawanya mencari pembalut. Satu orang mengantarkannya, saat menemukan pembalut, Angel sengaja menjatuhkan beberapa produk makanan yang dibangun untuk menarik perhatian pengunjung, karena jatuh berantakan dua penjaga itu jadi sibuk merapikan barang-barang itu, angel mengambil kesempatan lengah itu untuk mengambil beberapa makanan dengan cepat dan kembali ke mobil.
Aku dan Hendra hanya termenung saat melihat Angel kembali dengan makanan di tangannya.
“ kok bengong,. Buruan jalan keburu mereka datang..”
“ gila loe mencuri..?”
“ kagak Cuma ngutang..”
Kami semua tertawa dan dapat makan malam gratis dari apa yang Angel lakukan dengan penuh trik dan keberanian. Malam itu pun kami tiba di Surabaya dan saat itu berada di rumah yang kami pikir ada ayah. Ternyata rumah itu kosong. Tidak ada seorang pun, aku takut Hendra kecewa setelah menempuh perjalanan panjang ini tanpa melihat ayah.
“ bapak ga ada ya?” tanya Hendra padaku saat di mobil karena ia tidak turun.
“ bapak uda pindah.. maaf ya..”
Hendra terdiam, Angel disampingnya ikut prihatin.
“ gapapa kak, sebenarnya gua uda tau, gua gak akan pernah ketemu bapak.. “
“ maksudnya..?”
“ mungkin gua mau ketemu bapak tapi gua sadar kebahagiaan bukan kerena harus ketemu bapak, melewati perjalanan sama kakak dan Angel, itu uda bikin gua tau arti bahagia, kebersamaan dan sesuatu yang mustahil gua lakui dipikiran gua dulu sekarang bisa gua lakukan..”
“ tapi kakak janji kita pasti akan ketemu bapak.. kakak cari tau lagi ya.. “
Hendra hanya tersenyum, kami tidak tau hendak kemana setelah itu. Hendra ingin berhenti di toilet sambil kami mencoba mengisi bensin. Ia mengambil uang reseh tersisa di mobil dan memintanya padaku untuk menelepon ibu memberikan kabar, sebab hendphoneku tertinggal saat peristiwa di hotel. Memang itu yang aku harapkan agar ibu tiriku tidak khawatir karena kami baik-baik saja. setelah menelepon, Hendra pun pergi ke toilet. Aku dan Angel menunggu, tapi ia tidak muncul-muncul dan saat kami mengecek ke toilet. Aku mendobrak pintu dan menemukan Hendra kembali pingsan. Kami panik dan langsung membawanya ke rumah sakit.
Hendra langsung dirawat dalam ruangan UGD. Dokter menyarankan untuk melakukan operasi dan biayanya sangat mahal. Kami bingung, aku pun berpikir menggadaikan mobil untuk meminjam uang di sekitar kota ini. aku menyuruh Angel menjaga Hendra dan berkeliling kota mendapatkan sedikit uang dari penggadaian mobil. Walau mobil ini sewaaan tapi aku berhasil mendapatkan orang yang bersedia memberikan uang. Saat kembali, pihak rumah sakit menerima uang itu dan menjalankan operasi tapi tetap kekurangan uang. Aku bingung, Angel mendekat padaku.
“ kurang berapa Chan?”
“ 2 juta lagi.. kalau ga ada uangnya malam ini, abis operasi Hendra disuruh pulang.. “
“ kalau begitu gua coba cari pinjaman disini.. tunggu ya?”
“ emang loe bisa dapat mala mini juga..”
“ doain aja..”
Angel meminta izin untuk pergi sesaat dan berjanji untuk kembali, aku tidak bisa berpikir apa-apa selain bagaimana menyelamatkan Hendra. Angel tidak memiliki pilihan apapun karena ia tidak punya siapa-siapa di kota ini, ia hanya punya dirinya untuk membantu biaya pengobatan Hendra. Operasi berjalan tidak begitu baik, dokter tidak berbuat apa-apa dengan kondisi Hendra yang sudah terlalu parah. Beberapa jam kemudian, Angel kembali saat aku sedang menjaga Hendra yang tak sadarkan diri.
“ gue ada uang, bisa dipakai buat bantu Hendra tadi biaya rumah sakit uda gua lunasin..”
“ darimana loe dapat uang ini..” kataku.
“ loe gak perlu tau.. tapi setelah ini, gua mau pamit.. gua ada urusan. Titip salam gua buat Hendra kalau dia bangun..”
“ mau kemana? Kan loe bilang loe gak mau kembali ke keluarga..”
“ kemana pun gua pergi, gua sama kayak Hendra, uda ngerasain bahagia… dan loe gak perlu tau gua kemana.. Yang pasti kalian ini orang-orang berharga dalam hidup gua walau perjalanan kita singkat.“
Hendra terbangun. Ia sudah tak kuat lagi bicara. Nafasnya terhenga-henga. Aku mendekatinya.
“ Kak.. gua mau minta tolong..”
“ tolong apa Dra.. ngomong aja..”
“ jagaian ibu ya kalau gua kenapa-kenapa.. titip maaf gua.. “ katanya dan aku menangis saat itu, merasa bahwa itulah pesan terakhirnya untukku.
Angel mendekat merangkul tangan Hendra. Hendra mencoba tersenyum padanya. Walau itu berat.
“ Dra.. loe harus kuat.. jangan menyerah.. loe pasti bisa sembuh..”
“ Angel.. “ Hendra lalu menarik tanganku dan memberikan kepada tangan Angel.
“ kalian cocok.. harus selalu bersama. Janji??” kata Hendra dan aku melirik Angel.
Aku tidak tau apa yang terjadi karena Hendra tiba-tiba menjodohkan aku dengan Angel. aku terdiam dan Hendra sekali lagi memintaku untuk berjanji.
“ ia kakak janji.. akan selalu bersama sama Angel..”
Aku pun mengatakan janjiku untuk selalu bersama Angel. Angel pun menangis dan mengatakan hal yang sama. Hendra tersenyum lalu memejamkan mata setelah itu untuk selamanya. Ia meninggal dengan kebahagiaan. saat aku mengurus surat-surat kematian Hendra. Polisi datang, menangkap Angel dengan tuduhan melakukan pencurian di supermarket karena wajahnya tertangkap di cctv. Ternyata ia mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit Hendra dengan melakukan pencurian di supermarket setelah ia melakukan hal yang sama saat bersama kami. Tapi aku tidak bisa marah karena itu, ia melakukan itu untuk membantu Hendra.
Aku sudah berjanji untuk bersama Angel. Aku akan menunggu sampai ia keluar dari kasus hukum yang menimpanya. Hendra dimakamkan, dengan izin kepolisian Angel ikut hadir dalam pemakaman. Setelah melewati semuanya aku berpikir untuk menikah dengan Angel. Kepergian Hendra membuatku mengerti arti kebahagiaan, walau aku harus bersedih kehilangannya. Mencintai tidak harus melihat bagaimana dan dari mana orang yang kita cintai berasal, selama ia telah menjadi orang yang baik dan mencintai kita, seharusnya kita melakukan hal yang sama.
Ayahku tidak pernah lagi muncul bahkan saat pemakaman Hendra, aku sudah tidak terlalu peduli. Aku mendengar ia sudah berkeluarga lagi dan baru muncul dengan keluarga barunya saat ia hanya bisa menyesal mengetahui adikku meninggal. Ayah memang sudah bangkrut dan hidup apa adanya dengan sederhana, tidak seperti dulu yang mampu memberikan nafkah padaku. Aku telah menjadi dewasa dan Tugasku adalah menjaga ibu tiri yang sudah kuanggap ibuku sendiri dan melanjutkan hidup menjadi orang baik dan lebih baik dari apapun melalui sejarah perjalanan yang aku lalui.
Tidak ada kehidupan sempurna tanpa kehilangan seperti tidak ada kehilangan yang dapat membuat kehidupan sempurna.
Tamat
Agnes Davonar-
No comments:
Post a Comment